Rabu, 28 April 2021

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Drama


 

    Sahabat, pernahkah kalian menonton film Sang Kyai? Taukah juga kalian dengan film Dilan? Kira-kira kedua film tersebut bagaimana ya coraknya? Sama kah? Mirip kah? Atau sangat jauh perbedaan coraknya? Dilihat dari posternya saja tentu semua sepakat jika kedua film tersebut sangat berbeda ya. Mulai dari tema, tokoh, konflik dan sebagainya semua berbeda. Nah, pembahasan itulah yang akan kita ulas bersama pada kesempatan kali ini.  Jika kemarin kita sudah membahas pengertian, ciri-ciri hingga struktur dan jenis-jenis drama, kali ini kita akan fokuskan pembahasan pada unsur pembentuk drama. Sama dengan jenis karya sastra lainnya, drama juga harus mempunyai unsur-unsur yang berfungsi untuk membangun cerita, baik membangun dari dalam atau dari luar drama. Kita biasanya menyebut dengan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Bagaimanakah unsur intrinsik dan ekstrinsik itu? Simak sampai selesai, jangan lupa untuk mencatat dan membuat peta konsep.

    Sebagai salah satu bentuk karya sastra, drama tidak jauh berbeda dengan bentuk karya sastra prosa yang lain seperti novel, roman atau cerpen yang mempunyai unsur-unsur pembangun. Unsur pembangun drama dibagi menjadi dua. Yaitu unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Kita bahas unsur intrisik terlebih dahulu ya.

1. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002). Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir secara nyata. Unsur intrinsik secara faktual akan kita jumpai jika kita membaca/menonton karya sastra. Dengan kata lain, Unsur intrinsik sebuah drama adalah unsur-unsur yang (secara langsung) turut serta membangun cerita. Atau, jika dilihat dari sudut kita sebagai pembaca/penonton, unsur-unsur (cerita) inilah yang akan dijumpai jika kita membaca sebuah naskah drama. Apa saja unsur intrinsik drama? Kita bahas yuk!

 1.       Tema

Tema adalah ide yang mendasari cerita sehingga berperan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya Tema merupakan ide pokok atau pikiran pusat, pokok pikiran dalam karya sastra, gagasan sentral yang menjadi dasar cerita dan dapat menjadi sumber konflik-konflik.

Jika dikaitkan dengan dunia pengarang, tema adalah pokok pikiran didalam dunia pengarang. Tema mengikat pengembangan cerita. Tema menjadi landasan untuk menentukan tujuan dan arah cerita. Menurut Nurgiyantoro (1995), tema dibagi dua, yang pertama tema mayor ( tema pokok yang menjadi dasar karya sastra itu) dan tema minor (tema tambahan yang menguatkan tema mayor. Misalnya, dalam film Dilan terdapat tema mayor tentang kisah percintaan antara Dilan dan Milea. Namun dalam film tersebut juga ada beberapa tema minor yang menguatkan tema mayor antara lain tentang persahabatan, pola asuh orang tua, dan kritik sosial.

2.      2. Tokoh 

                Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin cerita. Tokoh juga bisa diartikan sebagai pelaku dalam karya sastra. Tokoh berfungsi sebagai penggerak cerita, oleh karena itu ia adalah individu rekaan yang dikenai atau yang mengalami berbagai peristiwa (Sudjiman, 1991). Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama (tokoh yang mengambil bagian terbesar dalam cerita) dan tokoh peripheral atau tokoh tambahan. Hadirnya tokoh tambahan diharapkan agar peristiwa atau perbuatan yang dialami tokoh utama menjadi lebih hidup (Sayuti, 2000).

Sedangkan Berdasarkan sifatnya,  tokoh dibedakan menjadi 3, yaitu tokoh antagonis, tokoh protagonis, dan tokoh tritagonis.

Tokoh protagonis adalah tokoh yang menyampaikan nilai-nilai positif sedangkan tokoh antagonis adalah lawan dari tokoh protagonis yang menyampaikan nilai-nilai negatif. Kemudian bagaimana dengan tokoh tritagonis? Tokoh tritagonis adalah tokoh penengah. Biasanya diperankan oleh orang bijak yang menengahi permasalahan antara tokoh protagonis dan tokoh tritagonis.

3.     3. Perwatakan/Penokohan

Perwatakan/penokohan merupakan penggambaran sifat batin seorang tokoh yang disajikan di dalam suatu cerita. Perwatakan tokoh dalam drama digambarkan dengan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Watak dari para tokoh itu digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional) sebagai berikut :

1) Keadaan fisik, diilustrasikan melalui umur, jenis kelamin, ciri-ciri tubuh, cacat jasmani, ciri khas yang menonjol, raut muka, kesukaan, tinggi/pendek, suku bangsa, kurus/ gemuk,  suka senyum/cemberut dan sebagainya.

2) Keadaan psikis, ini melingkupi watak, kegemaran, standar moral, temperamental, ambisi, psikologis yang dialami, mental, dan keadaan emosi.

3) Keadaan sosiologis, ini meliputi jabatan, pekerjaan, kelas sosial, ras, agama,

dan ideologi.

4.      Alur

Alur merupakan rangkaian peristiwa dan konflik yang menggerakkan jalan cerita. Alur drama terdiri dari:

1) tahapan awal, pada tahapan awal ini merupakan tahapan pengenalan tokoh-tokoh cerita serta perwatakan, latar, dan hal-hal umum lainnya.

2) pemunculan konflik, tahap selanjutnya penonton diajak pada pengenalan konflik. Pada tahap ini, konflik suatu drama mulai ditampilkan. Dalam tahap ini pula penonton akan mengenal alur dari cerita yang dibuat.

3) tahap komplikasi atau tahap peningkatan konflik. Pada tahap ini semakin banyak insiden-insiden yang terjadi. Beberapa konflik pendukung akan terjadi untuk menguatkan konflik utama pada alur cerita.

4) Klimaks, merupakan tahapan puncak dari konflik yang ada. Di tahapan ini merupakan tahap puncak dari ketegangan yang terjadi mulai dari awal cerita.

5) Resolusi, merupakan tahap yang menujukan jalan keluar dari setiap konflik yang ada. Teka teki pada setiap konflik yang terjadi pada awal- awal cerita akan terungkap pada tahap ini. Sering kali, perwatakan yang asli dari setiap tokoh akan muncul di tahapan ini.

6) Akhir, pada tahap ini adalah bagian akhir cerita. Dalam tahap ini semua konflik telah terpecahkan dan merupakan akhir dari cerita.

Alur dibagi menjadi 3. Ada alur maju, alur mundur dan alur campuran.

1) Alur maju (progresif), yaitu alur cerita  yang berjalan maju, mulai dari masa kini ke masa

yang akan datang.

2) Alur mundur (regresif), kebalikan dari alur progresif. Yaitu alur cerita yang berjalan mundur, artinya masa kini adalah sebuah hasil dari konflik-konflik yang terjadi pada masa lalu.

3) Alur campuran, alur cerita yang mencampurkan masa kini dengan masa lalu dan juga dengan masa depan. Di sebut juga alur bolak- balik. Cerita dengan alur ini mengungkakan konflik yang belum selesai dari masa lalu, masa sekarang, dan penyelesaian di masa depan yang saling terkait satu sama lain.

 

 

e. Setting atau Latar

Setting ataupun tempat kejadian cerita sering disebut juga sebagai latar cerita. Setting melingkupi tiga dimensi, antara lain sebagai berikut.

1) Setting atau latar tempat merupakan tempat terjadinya cerita di dalam sebuah drama, Setting tempat tidak dapat berdiri sendiri. Misalnya di rumah, di sekolahan, di medan tempur, dan sebagainya.

2) Setting atau latar waktu merupakan waktu/zaman/periode sejarah terjadinya cerita di dalam sebuah drama. Misal siang hari, sore hari, zaman penjajahan dan sebagainya.

3) Latar suasana/budaya, yaitu penggambaran suasana ataupun budaya yang melatarbelakangi terjadinya adegan atau peristiwa dalam drama. Misal suasana tegang, haru, gembira, menyedihkan. Mungkin juga menggambarkan suasan kehidupan di budaya jawa, masyarakat Betawi dan sebagainya.

f. Dialog (Percakapan)

Ciri khas naskah drama adalah berbentuk cakapan atau dialog, Di bawah ini merupakan beberapa hal yang berkaitan dengan dialog dalam naskah drama.

1) Dialog tersebut harus mencerminkan percakapan sehari-hari, karena di dalam drama itu merupakan mimetik (tiruan) dari kehidupan sehari-hari.

2) Ragam bahasa dalam dialog drama tersebut menggunakan bahasa lisan yang komunikatif serta juga bukan ragam bahasa tulis.

3) Diksi (pilihan kata) yang digunakan di dalam sebuah drama juga harus berhubungan dengan konflik serta plot.

4) Dialog dalam naskah drama tersebut juga harus bersifat estetis, artinya adalah memiliki bahasa yang indah.

5) Dialog juga harus dapat mewakili tokoh yang dibawakan, baik itu watak secara psikologis, sosiologis, ataupun juga fisiologis.

g. Konflik

Konflik merupakan pertentangan atau juga masalah dalam drama. Konflik tersebut dibedakan menjadi dua, konflik eksternal dan internal.

1) Konflik eksternal merupakan sebuah konflik yang terjadi antara tokoh dengan sesuatu yang berada di luar dirinya atau biasa disebut dengan konflik fisik.

2) Konflik internal merupakan konflik yang terjadi antara tokoh dengan dirinya sendiri atau disebut konflik batin.

h. Amanat atau Pesan Pengarang

Amanat merupakan pesan yang disampaikan oleh pengarang kepada para pembaca atau penonton melalui sebuah drama.  Amanat drama itu selalu berhubungan dengan tema drama. Amanat juga menyangkut nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat yang disampaikan secara implisit.

 

8. Unsur Ekstrinsik Drama

Unsur ekstrinsik merupakan unsur yang datang dari luar namun mempengaruhi sebuah cerita yang disajikan. Artinya, unsur-unsur ekstrinsik tidak terlibat pada jalannya cerita, namun keberadaan unsur ini sangat mempengaruhi perkembangan sebuah cerita. Yang termasuk unsur ekstrinsik sebuah drama yaitu: Faktor ekonomi, Faktor politik, Faktor sosial-budaya, Faktor Pendidikan, Faktor Kesehatan, Faktor psikologis pemain dan kru, Kebijakan pemerintah, dan lain sebagainya.

Terakhir kita masuk ke pembahasan ciri-ciri kebahasaan teks drama. Menurut tim Kemdikbud (2017, hlm. 264) teks drama memiliki ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut.

1.      Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis) seperti: sebelum, sekarang, setelah itu, mula-mula, kemudian.

2.      Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, contohnya: menyuruh, menobatkan, menyingkirkan, menghadap, beristirahat.

3.      Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh, contohnya: merasakan, menginginkan, mengharapkan, mendambakan, mengalami.

4.      Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana, seperti: misalnya, rapi, bersih, baik, gagah, kuat.

 

 

Demikian materi drama yang dapat kita bahas. Semoga bermanfaat. Tetap sehat tetap semangat. Wassalamualaikum wr. Wb.

BUKU FIKSI DAN NON FIKSI


 

Assalamualaikum wr. Wb. Hai sahabat Galeri Bahasa. Bagaimana kabar kalian semua? Semoga tetap sehat dan tetap semangat belajar bersama Galeri Bahasa. Sahabat, apa yang terlintas di pikiran kalian semua jika Bu Iva bertanya apakah kalian suka buku? Dan, berapa banyak buku yang sudah kalian baca dalam satu semester lalu? Sebagian dari kalian pasti ada yang menjawab, saya suka buku bu. Dan sudah tidak terhitung buku yang sudah saya baca dalam 1 semester lalu. Ada pula sebagian dari kalian yang menjawab, saya membaca buku kalau disuruh guru bu. Jadi yaa buku yang saya baca sejumlah buku pelajaran di sekolah. Dan ada pula sebagian dari kalian, saya harap sebagian kecil saja menjawab, saya tidak suka buku bu. Saya disuruh baca buku oleh ibu saya guru saya, saya tetap tidak baca buku, karena saya tidak suka buku. Nah, tim ketiga ini yang bahaya. Karena membaca buku tidak bisa dipisahkan dari dunia pendidikan. Seperti kata pepatah, buku adalah jendela dunia.  Semakin banyak buku yang kamu baca, semakin banyak pula pengetahuan baru yang kamu dapat. Kegiatan membaca juga mampu mempertajam pikiran, Mengembangkan kemampuan verbal, Melatih kemampuan berpikir dan menganalisa, Melatih fokus dan konsentrasi, hingga melatih kemampuan berpikir kritis. Dengan banyaknya manfaat yang kita dapat dari kegiatan membaca, sangat rugi jika kita dengan sengaja membiasakan diri untuk tidak akrab dengan buku. Ada beeerbagai macam buku yang dapat kita baca.  Nah, di kesempatan  ini kita akan belajar bersama tentang buku fiksi dan  nonfksi. Apa sih buku fiksi dan non fiksi itu? Simak video ini sampai habis. Jangan lupa untuk mencatat dan membuat peta konsep.

 

Jika kita membicarakan buku non fiksi, maka pasti ada pula yang namanya buku fiksi. Kira-kira apa ya perbedaan istilah fiksi dan non fiksi?

Buku fiksi merupakan buku yang menyajikan kejadian atau peristiwa tentang kehidupan berdasarkan hasil dari rekayasa imajinasi pengarang. Kejadian-kejadian yang ada dalam karangan tersebut  bukanlah kejadian yang sebenarnya, namun hanya sebatas rekaan atau khayalan belaka dari pengarang. Ide dan gagasan dari pengarang bisa saja bersumber dari fakta dalam kehidupan sehari-hari. namun fakta tersebut, telah diolah dan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan kemampuan imajinasi pengarang. Contoh beberapa buku fiksi antara lain dongeng, novel, cerita pendek (cerpen), fabel, dan buku naskah drama.

Beberapa ciri-ciri dari buku fiksi antara lain:
- Bersifat rekaan atau imajinasi,

-          sering menggunakan gaya bahasa (majas) dalam penulisannya

-          sering menggunakan bahasa yang konotatif atau bukan makna sebenarnya
- Memiliki pesan moral atau amanat yang disampaikan kepada pembaca
- membuat pembaca seakan-akan ikut merasakan yang sedang diceritakan.

 

Sedangkan karangan non fiksi merupakan kebalikan dari karangan fiksi. Karangan non fiksi menjelaskan kejadian yang sebenarnya terjadi. Jadi,  buku nonfiksi adalah buku yang di buat berdasarkan hal yang benar-benar terjadi dalam kehidupan sehari-hari atau bisa juga kita sebut dengan fakta. contoh buku non fiksi antara lain: buku ilmiah penelitian, buku pelajaran, buku ensiklopedia, jurnal, buku dokumenter, buku biografi, dan buku laporan ilmiah seperti skripsi, tesis, makalah, dll).

Buku Nonfiksi mempunyai ciri-ciri yang membedakannya dengan buku fiksi. Ciri-ciri tersebut antara lain:

1.      Menggunakan bahasa yang formal

Ciri ini adalah ciri yang paling menonjol. Dari segi penulisannya, buku nonfiksi disampaikan menggunakan bahasa formal, sesuai dengan bahasa yang baik dan benar. Meskipun ada beberapa buku nonfiksi, seperti buku motivasi dan referensi, ditulis dengan menggunakan bahasa yang santai. Walaupun begitu, penulisannya tetap menggunakan bahasa yang sesuai dengan kaidah penulisan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia)

2.      Menggunakan kata/frasa denotatif

Kata denotatif maksudnya adalah kata yang mengandung makna sebenarnya. Informasi yang disampaikan oleh penulis disajikan secara lengkap dan tegas. Ini sangat berkebalikan dengan ciri karangan fiksi yang sering menggunakan kata konotatif. Agar lebih jelas perbedaan antara konotatif dan denotative, perhatikan kalimat berikut:

Desi mempunyai dua kambing hitam. Kambing hitam dalam kalimat tersebut adalah makna denotatif atau makna sebenarnya, karena merujuk pada hewan kambing yang berwarna hitam.

Bandingkan dengan kalimat berikut:

Vino dijadikan kambing hitam agar temannya tidak mendapat hukuman. Kambing hitam dalam kalimat tersebut tentu bukan bermkasud menjadikan Vino sebagai hewan kambing berwarna hitam. Melainkan bermakna bahwa Vino menjadi orang yang disalahkan padahal dirinya tidak bersalah. Jadi, kambing hitam di kalimat pertama merupakan frasa denotative, sedangkan kambing hitam di kalimat kedua adalah frasa konotatif.

3.      Berdasarkan fakta yang sudah terbukti kebenarannya.

4.      Tulisan berbentuk tulisan ilmiah popular

Suatu tulisan dikatakan sebagai tulisan ilmiah popular karena bahasa yang digunakan adalah bahasa yang santai namun isinya tetap diambil berdasarkan kajian, daftar pustaka, dan sumber referensi yang ilmiah.

5.      Temuan yang dituliskan adalah temuan baru atau pengembangan dari temuan yang sudah ada

6.      Memiliki Objektivitas yang Tinggi

Maksudnya, fakta dan data yang disampaikan ke pembaca sesuai dengan kebenarannya dan tidak dipengaruhi oleh subjektivitas penulis.

buku nonfiksi dikelompokkan menjadi beberapa jenis menurut isinya, jenis-jenis tersebut yaitu:

Pertama adalah buku biografi. Buku biografi merupakan buku yang berisi riwayat hidup seseorang, biasanya mengenai riwayat hidup pahlawan atau tokoh-tokoh berpengaruh. Buku biografi tentunya ditulis agar dapat menginspirasi para pembacanya.

Kedua adalah buku literatur. Buku literatur merupakan buku yang memiliki fungsi untuk digunakan sebagai rujukan kajian keilmuan. Buku literatur sering disebut diktat atau buku kuliah. Biasanya, buku literatur sering ditulis berdasarkan penelitian. Maka dari itu, buku ini sudah jelas memiliki kadar keilmiahan yang sangat tinggi. Jadi, buku literatur ini sering ditulis oleh dosen atau peneliti.

Ketiga adalah buku motivasi. Buku motivasi merupakan buku yang berisi kajian psikologis untuk membangkitkan gairah atau semangat bagi para pembacanya. Buku motivasi dapat disusun berdasarkan kajian keagamaan atau moral. Dengan membaca buku motivasi, pembaca diharapkan mendapat energi baru untuk meneruskan hidup dan semangat untuk terus berkarya.

Keempat adalah buku pendamping. Buku pendamping merupakan buku yang memiliki fungsi untuk mendampingi buku utama. Biasanya buku pendamping disebut pula buku pengayaan. Jadi, buku pendamping ditulis setelah ada buku utama misal buku pelajaran untuk anak sekolah. Kajian buku pelajaran tersebut masih bersifat umum. Jadi, buku pelajaran memerlukan buku pendamping (pengayaan) untuk menjelaskan dan melengkapi buku utama karena ada beberapa bagian yang tidak dijelaskan secara lengkap dalam buku utama.

Secara umum, sistematika buku non fiksi terdiri atas beberapa bagian, yaitu:

Sampul, halaman judul, halaman hak cipta, kata pengantar, daftar isi, isi buku yang terdiri dari beberapa bab, glosarium (daftar istilah beserta definisi), daftar pustaka, indeks (daftar kata disertai informasi halaman) dan lampiran.

Sebuah karya tulis yang dituangkan ke dalam sebuah buku, tentunya akan disertai dengan beragam komentar. Itulah yang dinamakan resensi, yaitu komentar, tanggapan atau penilaian yang diberikan secara logis atas isi karya atau buku tersebut. Tanggapan terhadap isi buku atau karya tulis tersebut dapat dilakukan dengan mengamati kelebihan dan kekurangan buku baik fiksi maupun non fiksi.

Tanggapan terhadap isi buku fiksi dilakukan dengan mengomentari unsur-unsur dari buku fiksi tersebut. Adapun unsur-unsur buku fiksi yang dapat dikomentari antara lain sampul buku, rincian subbab buku, tokoh dan penokohan, tema cerita, bahasa yang digunakan, penyajian alur cerita, dan nilai-nilai yang terkandung dalam cerita.

Dalam menyajikan tanggapan terhadap isi buku fiksi dapat dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan terhadap unsur-unsur buku tersebut dan jawaban dari pertanyaan tersebut dapat dibangun menjadi komentar terhadap isi buku. Adapun contoh pertanyaannya seperti :

  • Bagaimana judul dan tema dikembangkan?Apakah ada keunikan dalam pengembangan judul dan tema?
  • Bagaimana pengarah mengembangkan latar cerita?
  • Bagaimana pengarang mengembangkan tokoh dan watak tokoh?
  • Bagaimana pilihan kata yang digunakan pengarang?
  • Apakah kalimat-kalimat yang digunakan pengarang memiliki keunikan dan kekuataan dalam membangun cerita?

Tanggapan terhadap isi buku non fiksi dilakukan dengan mengomentari unsur-unsur buku non fiksi seperti sampul buku, rincian subbab buku, judul sub bab, isi buku, cara pengarang menyajikan cerita, bahasa yang digunakan, dan sistematika penulisannya.

Sama hal nya seperti komentar dalambuku fiksi, dalam mengomentari isi buku non fiksi juga dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan-pertanyaan mengenai unsur-unsur buku tersebut, seperti :

  • Apa judul dan tema buku?
  • Bidang ilmu apa yang dibahas dalam buku?
  • Garis besar apa yang disampaikan dalam buku?Apa isi dari tiap babnya?
  • Apakah buku ditunjang dengan gambar atau foto, ilustrasi, table, dan grafik?dan apakah penunjang tersebut cukup mampu membantu pembaca lebih memahami isi teks?
  • Apakah sistematika penulisan mudah diikuti?
  • Apakah bahasa yang digunakan mudah dipahami?

Demikian materi buku fiksi dan non fiksi yang kita pelajari di kesempatan ini. Semoga bermanfaat. Tetap sehat tetap semangat. Wassalamualaikum wr. Wb.

 

 

 

Naskah MC Pelantikan Fatayat NU

  Assalamualaikum wr. Wb الـحَمْدُ للهِ وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ وَالَاهَ ، أَمَّا ب...